Lahan adalah modal yang sangat
berharga dan semakin sulit diperoleh ketika manusia semakin padat. Namun
seringkali hal ini disia-siakan. Jika Anda turun ke beberapa daerah
pertambakan, sering terlihat lahan tambak tak terawat dan tak dihuni biota
budidaya. Sebagian petambak mungkin putus asa terhadap bisnis ini. Penyebabnya mungkin
karena margin keuntungan menurun atau memang telah gagal mengatasi permasalahan
teknis. Atau bisa juga karena mereka berpindah ke bisnis lain yang lebih
menjanjikan lalu meninggalkan tambaknya tak terurus. Tulisan ini menyajikan
strategi memanfaatkan tambak terbengkalai agar memproduksi udang dan ikan
kembali. Bagian anda, sebagai pemilik atau penyewa tambak, adalah menghitung
lebih dalam lagi sisi ekonomi masing-masing alternatif solusi.
Berdasarkan sejarahnya, tambak pertama
dibuat untuk budidaya ikan bandeng di Asia Tenggara. Udang secara tidak sengaja masuk ke dalam tambak bandeng saat air pasang
dan dipanen sebagai hasil sampingan dari bandeng. Kemudian seiring dengan harga
yang lebih tinggi akhirnya udang dibudidayakan sebagai komoditas utama. Sering
sistem polikultur tetap dipertahankan. Saat itu bertambak selalu menguntungkan karena
biaya petambak hanya membuat pematang dan gerbang air. Kondisi menjadi berubah
setelah petambak mencoba peruntungan yang lebih besar.
Tambak yang dangkal ini diberi benih ikan dan udang lebih banyak, digenjot
dengan pakan buatan. Sifat alamiah tambak tersebut tidak dipikirkan.
Daya dukung tambak alami sebenarnya rendah karena alasan
sederhana, airnya dangkal, sehingga tambak alami tidak pernah menghasilkan
udang dalam hitungan ton. Cahaya matahari yang tinggi intensitasnya mampu
mencapai dasar tambak, sehingga suhu tanah tambak meningkat. Perbandingan yang
besar antara luas permukaan dan volume air tambak menyebabkan mudahnya suhu air
naik tinggi saat siang dan menurun drastis menjelang pagi. Udang, terutama
windu yang suka membenamkan diri di sedimen menjadi tidak betah dan akan berkumpul
di bagian tambak yang sengaja diperdalam. Situasi ini hanya bisa dimanfaatkan
oleh tanaman air. Fitoplankton kurang berkembang karena terhambat oleh cahaya yang
terlalu terang. Kondisi pH yang naik
saat sore hari disebabkan karbondioksida disedot oleh tanaman air. Oksigen
memang ditambahkan oleh tanaman air namun tak seimbang dengan oksigen yang
dilepas ke udara karena suhu terlalu panas. Dengan demikian oksigen semakin
turun saat suhu naik. Sungguh ironi karena ikan membutuhkan oksigen lebih
banyak saat suhu tinggi. Sama pula dengan udang, ikan akan lebih suka menghuni
caren, bagian tambak yang lebih dalam. Permukaan yang luas menyebabkan
evaporasi tinggi sehingga salinitas mudah naik. Dengan menyebutkan beberapa
faktor tersebut saja telah dapat diperkirakan bahwa jumlah ikan yang dapat
ditebar di tambak dangkal pasti lebih sedikit.
Membudidayakan rumput laut
Tambak dangkal tidak berarti tidak bisa digunakan. Intensitas
cahaya matahari yang tinggi di tambak dangkal dapat dimanfaatkan untuk budidaya
rumput laut. Tonase dari hasil budidaya rumput laut akan jauh lebih tinggi
dibanding memelihara ikan dan udang. Jenis Gracillaria
verrucosa cocok untuk tambak liat berlumpur dengan salinitas sedang sampai
laut. Sedangkan Eucheuma cottoni dan Caulerpa lentillifera dapat hidup dengan
baik di tambak liat berpasir dengan sedikit sedimen lumpur. Keduanya lebih
menyukai perairan yang mendekati air laut. Rumput laut dapat dipanen pada umur
45 hari, dengan produksi 10 kali lipat dari bibit awal. Sepuluh persen sisanya
dapat ditanam kembali. G. Verrucosa dan E. Cottoni adalah bahan baku untuk agar
dan karagenan. Sedangkan C. lentillifera
berguna sebagai bahan makanan manusia. Di Sulawesi Selatan yang dikembangkan
oleh BPBAP Takalar C. Lentillifera
sangat laku di pasaran dan sepertinya harus dimasyarakatkan ke daerah lain. Di
Aceh, jenis ini telah berkembang baik di tambak BPBAP Ujung Batee.
Memperdalam tambak
Bagi kocek petambak yang dalam memperdalam tambak bisa sebagai
sebuah solusi. Tambak yang baru digali tidak bisa langsung dipakai tapi perlu
dibilas beberapa kali agar keasaman tanah tambak berkurang. Keuntungan tambak
dalam adalah pada kestabilan kualitas air. Tambak dalam menyerap dan melepas
panas lebih lambat. Suhu yang lebih stabil menyebabkan fitoplankton lebih
stabil, begitu pula pH, oksigen dan salinitas. Kedalaman tambak minimal 80 cm
di seluruh areal tambak yang dipakai. Dengan menambah kedalaman, kepadatan ikan
dan udang dapat ditambah. Bagi ikan dan udang yang mampu menghuni berbagai
kedalaman air, kepadatan efektif tidak lagi diperhitungkan berdasarkan luas
tetapi merujuk pada volume tambak. Kepadatan ikan dan udang pada ketinggian air
2 m bisa 2 kali lipat dari kepadatan ikan dan udang dengan ketinggian 1 m. Volume
air tambak inilah yang menyediakan oksigen, sebagai tempat pakan alami hidup
dan media pengenceran kotoran.
Melapisi dengan plastik
Petambak bermodal besar bisa menghilangkan efek tanah dengan
melapisi tanah tambaknya dengan plastik. Ada beberapa alternatif plastik
seperti mulsa dan HDPE geomembran. Untuk hal ini petambak dapat menghubungi
langsung perusahaan yang berspesialisasi di pelapisan plastik untuk tambak.
Menyiapkan tambak pengendapan
Tambak umumnya berada pada jalur sedimentasi yakni menerima
limpasan dari sungai. Sedimentasi berupa lumpur mengisi tambak terus menerus sehingga
sering tambak yang terlihat dangkal, amblas beberapa puluh sentimeter setelah
diinjak. Kondisi lumpur yang berlebihan jelas mengganggu pernapasan udang. Masalah
lumpur dapat dikurangi dengan penyediaan tandon. Di tandon juga dapat
ditempatkan rumput laut dan kerang. Rumput laut mengeluarkan zat koagulan yang
memudahkan partikel lumpur mengendap. Setelah lebih jernih air dapat digunakan
untuk budidaya.
Ikan untuk perbaikan lahan
Solusi ini cocok untuk tambak tanah. Sebagian tambak udang
menganggur karena permasalahan penyakit yang sulit diatasi. Tambak seperti ini
patut diistirahatkan. Tambak dapat diistirahatkan total atau ditebar ikan tanpa
pakan. Ikan memutus siklus hidup penyakit ikan di tambak. Ikan nila dapat
dipelihara tanpa pakan. Kepadatan keduanya harus rendah yakni 10ribu ikan nila
per ha. Ikan nila punya kebiasaaan memakan lumpur. Banyak organisme dasar
tambak yang diperoleh nila dari kebiasaan ini. Bahan organik dalam sedimen juga
ikut tercerna. Dengan begitu pemberian ikan nila dapat menurunkan bahan organik
di tambak dengan lebih cepat bila dibandingkan dengan pembiaran atau
dekomposisi alami saja. Ada pendapat yang mengatakan bahwa lendir nila
mengurangi keganasan pathogen di tambak. Namun saya sendiri berasumsi bahwa
kebiasaan makan serasah inilah yang sebenarnya menurunkan pathogen yang
terkumpul di sedimen, seperti diketahui lambung nila cukup asam untuk
menghancurkannya.
Namun, ikan nila perlu diadaptasi dulu ke air asin agar dapat
hidup normal. Ikan nila juga cepat beranak pinak dan memenuhi tambak.
Solusinya, pakai ikan nila jantan dengan cara dipilih kasatmata karena metode
hormon dan jantan super tidak efektif 100%.
Ikan air tawar lain yang dilaporkan dapat beradaptasi dan tumbuh
di air payau adalah ikan mas dan gurame. Kebiasaan makan yang sama dengan nila
seharusnya efeknya juga tak jauh beda. Sedangkan ikan gurame lebih suka tanaman
air seperti ikan bandeng lebih suka tanaman air. Tanaman air dapat menyerap
fosfat yang terikat di sedimen, sehingga kandungan fosfat akan berkurang jika
tambak diberi ikan bandeng. Dengan demikian bandeng dan gurame kurang cocok
jika ditujukan untuk mengurangi bahan organik tanah.
Membuat Petakan dalam Petakan
Jika modal terbatas dan hanya sebagian lahan tambak yang mampu diberdayakan,
maka bisnis pendederan lebih layak. Bagian tambak yang dalam, biasanya caren di tepian, dapat dibuat petakan
untuk usaha pendederan. Dengan demikian walaupun tidak semua, sebagian tambak
tetap bermanfaat. Pendederan juga membutuhkan volume air yang lebih sedikit. Sehingga
lokasi tambak yang sedikit memperoleh pasokan air tetap dapat diberdayakan.
Pendederan membutuhkan waktu yang singkat. Setelah sebulan ikan
dan udang dapat dijual untuk dibesarkan. Kunci suksesnya, lakukan bisnis
pendederan di dekat usaha pembesaran, maksimal 3 jam dari lokasi. Semakin dekat
semakin baik. Mengangkut ikan dan udang ukuran gelondongan butuh lebih banyak
ruang dan oksigen, apalagi jika lokasi jauh, risiko kematian benih gelondongan
menjadi besar.
Komoditas yang dapat
dikembangkan untuk usaha pendederan diantaranya udang dan ikan nila. Benih nila
yang dipakai adalah yang sudah ditetaskan dalam kondisi payau. Induk nila hasil
adaptasi tetap mampu memijah di 10-15 ppt. Kakap putih juga mudah beradaptasi
di lingkungan payau. Selain itu kerapu jenis kerapu lumpur dan macan juga bisa
dikembangkan. Jenis lumpur lebih mampu beradaptasi di tambak dengan salinitas
yang lebih rendah dan berlumpur, seperti namanya. Pemeliharaan benih kakap
lebih mudah dibanding kerapu.
Memanfaatkan Air Stagnan
Pada tingkat yang paling parah, tambak yang berhenti beroperasi
karena kekurangan air yang ekstrim. Alternatifnya adalah memanfaatkan hujan dan
air dari sumur bor. Petakan daapt dilapisi terpal supaya air bertahan lebih
lama. Jika air hujan yang dipakai, ikan yang dipelihara tentu ikan air tawar
yang sedikit memerlukan ganti air seperti ikan gurame dan lele. Keduanya dapat
dipelihara untuk segmen pendederan, pembesaran hanya untuk lele karena waktunya
singkat. Air sumur bor yang bersalinitas payau digunakan untuk komoditas payau.
Air ini tidak bisa ditebar ikan namun perlu diendapkan terlebih dulu supaya
kandungan yang tak diinginkannya menguap atau mengendap.
Memanfaatkan tambak terbengkalai perlu kejelian. Solusi di tiap
tempat bergantung pada kemampuan modal petambak, keterampilan teknis, ketersediaan
air, dan kondisi budidaya di sekitarnya. Diatas semua itu kemauan petambak
untuk mencari solusi adalah segalanya.